Transformasi Budaya Aswaja di Pesantren
DOI:
https://doi.org/10.36835/tarbiyatuna.v14i1.853Abstract
Pesantren merupakan salah satu potret institusi penting dan merupakan lembaga pendidikan kedua setelah keluarga, yang sangat strategis dalam membentuk budaya.[1] Di antara nilai-nilai positif tersebut adalah nilai-nilai ahlus sunnah wal jamÄ’ah (Aswaja). Transformasi budaya pesantren berbasis Aswaja perlu dilakukan di tengah maraknya issu-issu nasional tentang salafisme, fundamentalisme, radikalisme dan terorisme. Salafisme nampak cenderung kearah fundamentalisme agama dan radikalisme agama, yang berujung pada wacana terorisme dalam Islam.[2] Sayangnya, proses transformasi budaya Aswaja di pesantren banyak mengandalkan pembiasaan dan kurang memperhatikan internalisasi dan institusionalisasi. Sebagai konsekwensinya, pengetahuan dan kompetensi mayoritas santri tentang Aswaja Nahdhiyyah, hanya sekedar amaliyah nya saja seperti istighÄtsah, tahlÄ«l dan membaca al Qur’an surat yÄsÄ«n. Agenda permasalahan yang penting diperbincangkan adalah bagaimana realitas transfomasi budaya Aswaja di pesantren? Bagaimana respon internal dan eksternal pesantren terhadap transformasi tersebut? Bagaimana proses transformasi budaya Aswaja yang seharusnya dilakukan di pesantren? Tulisan ini berusaha menawarkan jalan keluar (way out) dari permasalahan tersebut